RUANG TERBUKA HUTAN SEBAGAI LANGKAH STRATEGIS
MENINGKATKAN KUALITAS UDARA DI KOTA SEMARANG
Kualitas udara ambien Kota Semarang masuk kategori sedang. Artinya, udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan, tapi pada tumbuhan dan nilai estetika. Kategorisasi itu berdasarkan indeks standar pencemar udara atau ISPU. ISPU menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu, yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya. ISPU Kota Semarang diperoleh dari hasil pantauan stasiun pemantau di Tugu, Banyumanik, dan Pedurungan. Dalam lima tahun terakhir, ISPU ratarata per tahun mencapai angka 55,54. (Kompas edisi 01 September 2006).
Kualitas udara tidak sehat jika ISPU menunjukkan angka lebih dari 100. Meski demikian, tidak berarti masyarakat boleh bernapas lega. Pasalnya, ada waktu di mana pencemaran mencapai puncaknya, terutama saat transportasi padat. Bahkan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional memasukkan Semarang dalam enam kota di Indonesia dengan kualitas udara mengkhawatirkan. Udara bersih hanya dapat dinikmati antara 22 sampai 62 hari dalam setahun. Pencemar udara terbesar dari sektor transportasi dan industri. Jumlah kendaraan bermotor sebanyak 780.000 unit dan tingkat pelanggaran penanganan cerobong asap di 2.600 industri relatif tinggi. Semua ini tidak sebanding dengan kemampuan alam menetralisasi racun di udara. (Kompas edisi 01 September 2006).
Dalam pembangunan perkotaan yang pesat seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk kota, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan ruang-ruang terbuka hijau sebagai unsur kota dan merupakan kebutuhan mutlak bagi penduduk kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan yang ideal adalah keseimbangan koefisien penggunaan tata ruang yang memadai antara luas perkotaan dan pertambahan penduduk.
Kota Semarang yang merupakan Kota Metropolitan berpenduduk sekitar 1,4 juta jiwa dengan luas wilayah 37.360,947 hektare diharapkan mampu mempertahankan RTH sebagai upaya melestarikan lingkungan. Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000-2010, rencana penyediaan ruang terbuka hijau kota (konservasi) masih cukup menjanjikan dengan persentase sebesar 32 % (data ini belum terhitung terkait garis sempadan yang telah ditetapkan). Namun demikian, harus menengok ke belakang, persentase ini terdukung karena pada 1976 Kota Semarang mendapatkan "hibah" perluasan daerah hinterland Kota Semarang yang sebagian kondisi eksisting lahannya adalah konservasi. Ini tentunya harus dipertahankan, khususnya kawasan Semarang bagian bawah. (M Farchan, 2006).
Sesuai konsep rencana tata ruang terbuka hijau perkotaan, maka ada dua fungsi yaitu utama (intrinsik) dan tambahan (ekstrinsik). Yang utama yakni fungsi ekologis, sedangkan untuk tambahan adalah fungsi arsitektural, ekonomi, dan sosial. Dalam wilayah perkotaan, fungsi itu harus dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis adalah untuk menjamin keberlanjutan suatu kawasan kota secara fisik, yang merupakan bentuk rencana berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu kota. Adapun fungsi tambahan adalah dalam rangka mendukung dan menambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota. Dengan begitu dapat berlokasi sesuai kebutuhan dan kepentingannya, misalnya keindahan (taman), rekreasi (lapangan olahraga), dan pendukung lanskap kota.
Hal ini dapat dijadikan pemikiran bahwa untuk kota tropis seperti Semarang, ruang terbuka harus ditanami dengan rumput atau pepohonan untuk menurunkan suhu yang panas. Apabila ruang terbuka ditutup dengan material keras maka suhu kota akan naik dan kebutuhan akan suhu nyaman tidak akan pernah tercapai. Taman kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (RTH). Menurut de Chiara & Lee Kopellman dalam Sukawi (2006), RTH berfungsi untuk mempertahankan karakter kota dengan fungsi sebagai hutan kota dan taman kota. Taman kota merupakan wahana keanekaragaman hayati yang harus diupayakan menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh dilahan kota dengan struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa.
Tidak adanya taman kota yang memadai untuk beraktivitas menyebabkan banyak masyarakat yang memanfaatkan fasilitas umum tidak pada tempatnya. Sering kita jumpai anak-anak bermain sepakbola di jalanan yang dapat mengganggu pemakai jalan. Pemerintah lebih mengutamakan pembangunan mal-mal, hotel, dan semacamnya hanya untuk keuntungan belaka tanpa memikirkan nilai-nilai sosial yang lebih penting. Namun, pembangunan taman kota perlu disertai dengan peraturan guna menghindari para PKL dan tunawisma mengotori dan mengganggu kenyamanan dan keindahan taman kota.
Untuk meningkatkan kualitas udara Kota Semarang yang semakin panas, beberapa hal yang penting untuk dilakukan adalah menghidupkan kembali /revitalisasi sarana kota yang terbengkelai, seperti pada bantaran sungai, tepian jalur kereta api, ruang ruang terbuka lainya yang terbuang (the lost space), ruang ruang luar yang merupakan transisi dari elemen kota yang satu ke yang lainya dengan upaya penghijauan yang semaksimal mungkin. Pohon-pohon di sepanjang jalan yang ditebang akibat korban pelebaran jalan dengan dalih untuk mengatasi kemacetan juga harus diganti. Kota Semarang memerlukan banyak taman kota untuk membantu menurunkan suhu lingkungan.
Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas udara Kota Semarang adalah:
1. Ruas jalan yang sudah didominasi dengan beton dan aspal perlu dilindungi dari matahari langsung dengan penanaman pohon di sepanjang tepi jalan.
2. Menggalakkan gerakan penghijauan (misalnya penanaman sejuta pohon) untuk menghindari berkurangnya vegetasi dalam lingkungan kota. Penanaman ini dapat dilakukan di taman-taman kota, koridor jalan, pembatas jalan sehingga dapat membantu mengurangi suhu dan membuat kota lebih sejuk dan hijau. Pepohonan mempunyai potensi besar untuk mendinginkan kota dengan cara meneduhkan dan melakukan proses ”evapotranspirasi”. Proses ini terjadi ketika tanaman mengeluarkan uap air lewat pori-pori daun layaknya manusia yang mengeluarkan keringat. Vegetasi sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan perkotaan baik dari aspek estetika, mengontrol erosi tanah dan air tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dari kesilauan cahaya matahari maupun cahaya yang lainnya dan dapat mengurangi bau tidak sedap dari sampah. Tanaman buah-buahan akan menjadi pilihan Pemerintah Kota Semarang untuk menghijaukan arealnya terutama di bantaran sungai, lahan kosong, dan permukiman. Ini untuk meningkatkan partisipasi warga dalam memelihara kehijauan kota. "Selama ini, paradigma tanaman perindang hanya berupa kayu akasia atau mahoni. Mengapa tak dikembangkan tanaman buah-buahan yang bermanfaat bagi masyarakat sendiri?" ujar Sekretaris Tim Teknis Penyusunan Rencana Tata Ruang Hijau (RTRH) Kota Semarang Budi Prakosa, seperti dikutip dari Kompas edisi Rabu, 13 September 2006.
Dengan penanaman buah-buahan ini, kata Budi, kesadaran masyarakat untuk menjaga ruang hijau kota dapat diciptakan. Dicontohkan, penanaman tanaman jambu air disepanjang Kali Jajar Kabupaten Demak oleh warga setempat. Warga setempat sangat menjaga pepohonan itu karena hasil panen jambu air mendatangkan peningkatan kesejahteraan hidup. Budi mencontohkan penanaman tanaman buah-buahan di bantaran Kali Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Selanjutnya, warga di sekitarnya dapat mengelola tanaman itu. "Ini juga dapat menghindari adanya lahan kosong milik pemkot agar tak diduduki orang lain (ilegal). Karena, pengawasan dilakukan warga setempat," ujar Budi, staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang. Saat memberikan laporan pendahuluan RTRH Kota Semarang, Untuk itu program resik-resik kutho perlu diteruskan.
3. Mewajibkan setiap rumah tangga untuk menanam satu pohon di halaman rumah. Terutama untuk jenis pohon yang produktif seperti pohon buah-buahan. Pemkot Semarang juga dapat memberikan reward kepada peran serta masyarakat dan swasta yang mempunyai perhatian terhadap penghijauan, keindahan taman kota dan lingkungan. Penghargaan ini dapat berupa hadiah untuk pemeliharaan, atau keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sehingga memacu warga kota untuk berpartisipasi.
4. Menegakkan aturan dengan punishment tentang peraturan bangunan setempat, diantaranya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) untuk semua bangunan sehingga ada ruang terbuka (open space) dalam setiap tapak yang akan bermanfaat untuk penanaman pohon atau penghijauan.
Keberadaan taman kota sangatlah penting bagi kenyamanan warga yang ingin melakukan kegiatan refreshing atau sekedar jalan-jalan. Setidaknya keberadaan taman kota dapat mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh polusi udara. Jika hal ini dibiarkan, masyarakat akan hidup berdampingan dengan udara yang terpolusi. Untuk itu, diperlukan pengendalian diri Pemkot untuk tidak gatal menyulap lahan-lahan hijau menjadi bangunan komersial yang akan membuat Semarang menjadi semakin sumpek. Penanaman pohon merupakan suatu usaha untuk mendinginkan dan menghijaukan kota dengan pengelolaan taman kota, taman lingkungan, jalur hijau dan sebagainya. Apabila semuanya dilakukan bukan mustahil Semarang akan “ijo royo-royo” yang dapat menjadi identitas kota Semarang.
Daftar Pustaka
Kompas edisi 01 September 2006.
Kompas edisi Rabu, 13 September 2006.
M. Farchan. 2006. Rencana Ruang Terbuka Hijau. Suara Merdeka edisi 24 Agustus 2006.
Sukawi. 2006. Mendinginkan Kota Semarang. Seputar Semarang Suplemen Suara Merdeka 20 Juni 2006.
PENULIS
Jumat, 26 Oktober 2007
RUANG TERBUKA HUTAN SEBAGAI LANGKAH STRATEGIS
Posted by ARDAN SIRODJUDDIN BLOG on 09.30
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
oi oi oi mksih bgt !!!!!!!!!!!!!!!
coz ni bwt tgas geo w
mksih pak!!!!!!!!!!!!!!
Saya sangat senang jika makalah ini bermanfaat, tetapi jangan lupa sumber harus disertakan
makalahnya bagus pak.... lanjutkan !!
hwhehehe
Posting Komentar